Kamis, 14 Desember 2017

Pekerjaan Sosial





Pengertian
Pekerjaan sosial merupakan sebuah profesi yang dilakukan dengan memberikan bantuan pelayanan terhadap individu, kelompok maupun masyarakat dengan tujuan menyelesaikan problematika-problematika yang ada didalamnya. 

Terdapat tiga periodesasi sejarah pekerjaan sosial
Pertama; sebelum abad 19 M. Pekerjaan sosial ini merupakan sebuah tradisi yang  telah berkembang di Negara Barat, terutama Amerika dan Inggris. Hingga pada akhirnya tradisi tersebut berkembang menjadi sebuah disiplin ilmu. Pada dasarnya konsep kedermawanan telah ada dalam diri manusia dari awal mula adanya manusia dan agama di muka bumi ini. Sebagai praktik dari individu dengan memberikan bantuan secara sukarela.
Kedua; masa pembentukan diri (1820-1884). Ideologi laissez-faire (Kesejahteraan manusia adalah urusan masing-masing individu, bukan negara. Kemiskinan dan pengangguran yang ada adalah bentuk kegagalan dari individu itu sendiri) merupakan ideologi yang cukup dominan dalam pembentukan pekerjaan sosial. Hal ini dikarenakan tidak adanya kepedulian dari pemerintah dalam mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran yang ada. Sehingga, ada orang yang merasa tergeak hatinya untuk memberi bantuan kepada orang-orang miskin.
Ketiga; masa modern (1884-sekarang). Pada masa ini masyarakat mulai meninggalkan pandangan terhadap Tuhan serta agama dan cenderung lebih sekuler, rasional dan empiris terhadap pekerjaan sosial. Kemudian muncul scientific charity yang menerapkan ilmu pengetahuan sebagai praktik amal. Yang terpenting dalam periode ini yaitu munculnya gerakan Settlement House/SH pada akhir abad 19. Gerakan ini berasal dari London yang bertujuan untuk melakukan reformasi terhadap lingkungan daripada individu. Gerakan ini menuntut para pekerja sosial untuk tinggal dengan masyarakat untuk menyelesaikan masalah bersama. 

Tujuan pekerjaan sosial
a.       Mengidentifikasi dan mendorong masyarakat untuk dapat menyelesaikan masalahnya. Membuat klien sadar akan kekuatan dan kemampuannya sendiri dalam menyelesaikan masalah yang tengah dihadapinya.
b.      Memberikan informasi kepada klien tentang sumber-sumber jaring sesuai yang dibutuhkan.
c.       Meningkatkan kualitas dan kinerja pelayanan lembaga sosial sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
d.      Merencanakan dan mengembangkan kebijakan sosial untuk mendorong terciptanya keadilan sosial.
e.       Memberdayakan kelompok-kelompok rentan (seperti lansia, kaum perempuan, gay, lesbian, penyandang cacat/difabel, dll.) dan mendorong ekonomi maupun kesejahteraan sosial.
f.       Pengembangan dan pengujian terhadap sosial.

Metode pekerjaan sosial
Menurut Suharto (2007) metode dalam pekerjaan sosial dibagi menadi dua level, yaitu mikro dan makro;
Mikro merupakan upaya mengatasi masalah yang dihadapi oleh individu, keluarga dan kelompok.
Makro merupakan upaya mengatasi masalah yang ada dalam masyarkat dan lingkungan seperti kemiskinan, penelantaran, ketidakadilan sosial dan eksploitasi sosial.

Pekerjaan sosial sebagai profesi
Pekerjaan sosial merupakan sebuah profesi yang memerlukan kolaborasi dari berbagai pihak. Dalam proses menyembuhkan maupun menangani klien, pekerja sosial juga memerlukan adanya bantuan dari profesi lain yang sesuai dengan kebutuhan permasalahan yang sedang dihadapi klien. Dari situ timbul pernyatan apakah pekerjaan sosial merupakan sebuah profesi yang mampu berjalan secara mandiri sedangkan dalam proses penanganan terkadang masih dibutuhkan bantuan dari pihak lain.
Pada tahun 1915 Abraham Flexner melakukan presentasi dalam National Conferensi on Charities and Correction dengan tema “Is Social Work a Profession”. Dalam konferensi tersebut Flexner menyimpulkan bahwa pekerjaan sosial belum dapat dianggap sebagai suatu profesi. Karena tidak memiliki demakrasi yang tegas seperti Psikolog, Dokter, Guru yang memiliki fokus tujuan yang jelas. Namun, pekerjaan sosial sudah memiliki beberapa ciri sebuah profesi, sehingga sudah dapat dikategorikan memasuki permulaan sebuah profesi.

Pekerjaan sosial dalam perspektif BKI
Pekerjaan sosial dalam Bimbingan dan Konseling Islam merupakan sebuah profesi dimana konselor terjun langsung ke dalam masyarakat sosial. Konselor mengarahkan masyarakat kepada kebaikan secara sosial dengan memberikan arahan tentang etika dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat.

Pekerjaan sosial di Indonesia
Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim mayoritas. Dalam islam, manusia diajarkan untuk mengerjakan kebajikan terhadap sesama seperti melakukan zakat fitrah, sedekah dan berkurban bagi yang mampu untuk dibagikan kepada orang yang tidak mampu. Dari sini, secara tidak langsung masyarakat telah melakukan amal seperti yang dilakukan pekerja sosial. Akan tetapi, sejak tahun 1912 Muhammadiyah telah mendirikan badan pelayanan sosial yang sering disebut PKU (Penolong Kesengsaraan Umum) Muhammadiyah. Jadi, bisa dikatakan Muhammadiyah merupakan pelopor utama yang melatarbelakangi adanya pekerjaan sosial di Indonesia.
Dalam praktik pekerjaan sosialnya, Indonesia menerapkan metode makro yang mencakup masyarakat dan lingkungan sekitar. Seperti saat berzakat, orang-orang yang dikategorikan dalam golongan menengah akan menyisihkan sebagian hasil jerih payahnya ke lembaga amil zakat. Kemudian lembaga tersebut akan membagikannya kepada orang-orang yang dianggap tidak mampu maupun yatim piatu.


Daftar Pustaka
Miftachul Huda. 2009. Pekerjaan Sosial dan Kesejahteraan Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Edi Suharto. 2011. Pekerjaan Sosial di Indonesia: Sejarah dan Dinamika Perkembangan. Yogyakarta: Samudra Biru

Rabu, 13 Desember 2017

Ciri-Ciri Pidato Yang Baik



Fitriana dalam bukunya menulis 10 ciri-ciri pidato yang baik untuk menjadi public speaker, hal-hal yang perlu diperhatikan, yaitu: pidato yang saklik, pidato yang jelas, pidato yang hidup, pidato yang memiliki tujuan, pidato yang memiliki klimaks, pidato yang memiliki pengulangan, pidato yang berisi hal-hal yang mengejutkan, pidato yang dibatasi, pidato yang mengandung humor, dan pidato yang singkat. Dari ke-10 ciri-ciri tersebut penulis hanya akan menguraikan tiga ciri-ciri saja, diantaranya adalah sebagai berikut;

1.      Pidato yang Saklik
Pidato itu saklik apabila memiliki objektivitas dan unsur-unsur yang mengandung kebenaran. Saklik juga berarti bahwa ada hubungan yang serasi antara isi pidato dan formulasinya, sehingga indah kedengarannya, tetapi bukan berarti dihiasi dengan gaya bahasa yang berlebih-lebihan. Akhirnya saklik juga berarti ada hubungan yang jelas antara pembeberan masalah dengan fakta dan pendapat atau penilaian pribadi.[1]

2.      Pidato yang Jelas
Pembicara harus pandai memilih ungkapan dan susunan kalimat yang tepat dan jelas untuk menghindarkan salah pengertian. Intinya, komtor harus paham masalah yang dibicarakan.[2] Ini berarti bahwa kata-kata yang dipilih tidak boleh menimbulkan arti ganda (ambigues), tetap dapat mengungkapkan gagasan secara cermat. Untuk mencapai kejelasan seperti itu, hal-hal berikut harus diperhatikan:
a.       Gunakan istilah yang spesifik (tertentu)
Ada kata-kata yang terlalu umum artinya sehingga mengundang tafsiran bermacam-macam. Ada pula kata-kata yang artinya sudah tertentu. “Ia mengajar saya bahasa Inggris” lebih spesifik daripada “Ia mendidik saya”. Pernyataan “Uang ini dapat diambil secara teratur”, lebih baik diganti dengan “Uang ini dapat diambil sekali sebulan”. Tetapi “Sekali sebulan” lebih tepat lagi diganti dengan “setiap tanggal 1 tiap bulan”. Pengadilan sering direpotkan oleh bunyi Undang-Undang yang tidak jelas, begitu pula pendengar sering salah paham karena kata-kata yang tidak jelas pula.
b.      Gunakan kata-kata yang sederhana
Berpidato adalah berkomunikasi dan bukan “unjuk gigi”. Karena nilai komunikasinya, kata-kata yang diucapkan harus dapat dipahami dengan cepat. “Konsep-konsep kaum politisi yang sarat dengan fantasi dan delusi” adalah kalimat yang sulit dicerna. “Gagasan-gagasan politisi yang dipenuhi khayalan dan impian” barangkali lebih sederhana. Daniel Dhakidae pernah mengutip contoh bahasa pers kampus yang tidak sederhana.
“Ia tertatih-tatih dalam debur tuntutan peran dan realita pahit yang harus disandang”.
“Kalau kita melihat permasalahan tersebut adalah masalah yang urgen maka perbincangan tentang solidaritas pers mahasiswa menjadi ‘solid’ konsep dasar solidaritas pers mahasiswa harus ditetapkan”.
c.       Hindari istilah-istilah teknis
Ciri dunia modern adalah berkembangnya spesialisasi yang mempertinggi kemampuan, tetapi juga mengkotak-kotak manusia dalam dunianya sendiri. Masing-masing mengembangkan kata-kata yang dipahami oleh mereka sendiri. bila seorang ahli ilmu jiwa berkata, “Katharsis digunakan dalam usaha terapi dan bukan untuk diagnosis”, maka publisis dapat pula berceloteh tentang, “Komunikasi yang tidak setala, karena adanya perbedaan kerangka acuan dan medan pengalaman”. Untuk khalayak yang sama, pernyataan-pernyataan di atas tidak menjadi persoalan. Untuk orang lain, ini membingungkan.
d.      Berhemat dalam penggunaan kata-kata
Sering kali kalimat yang panjang menjadi jelas setelah kata-kata yang berlebih-lebihan dibuang. “Adalah suatu keharusan bagi seorang guru untuk menaruh perhatian yang tinggi kepada siswanya”. Kalimat ini menjadi jelas setelah diganti seperti ini. “Guru harus memperhatikan sekali siswa-siswanya”. Termasuk penghematan kata adalah menghindari gejala keracunan (kontaminasi). Kalimat “Bagi seluruh mahasiswa baru diharuskan mendaftar lagi” tidak berubah arti bila kata “bagi” dibuang.
e.       Gunakan perulangan atau pernyataan kembali gagasan yang sama dengan kata yang berbeda
Dalam komunikasi lisan, gagasan utama hanya dapat diketahui dari perulangan. Yang berikut ini adalah contoh perulangan, “Kemalasan saudara menjengkelkan dosen, mendongkolkan orang tua, dan mengecewakan pimpinan saudara”.[3]

3.      Pidato yang Hidup
Untuk menghidupkan pidato bisa menggunakan gambar, cerita pendek atau kejadian-kejadian yang relevan dengan permasalahan yang dibicarakan sehingga memancing perhatian pendengar.[4]
Kumpulkan cerita-cerita motivasi, seperti kisah orang yang sukses di bidang tertentu, kisah rakyat yang inspiratif, atau metafora yang sengaja anda ciptakan untuk menyampaikan maksud anda secara tidak langsung. cerita ini bisa anda gunakan untuk menambah “bumbu” dan menciptakan gambar di benak audiensi. Cerita selalu lebih menarik untuk didengar daripada serentetan kata-kata. Anda bisa mendapatkan kisah-kisah itu di buku The Secret to Be More Success dan Financial Revolution in Action.[5]



[1] Dori Wuwur Hendrikus, Retorika Terampil Berpidato, Berdiskusi, Berargumentasi, Bernegosiasi (Yogyakarta: Kanisius, 1991), hlm. 51
[2] Fitriana Utami Dewi, Public Speaking Kunci Sukses Bicara di Depan Publik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm. 153-154
[3] Jalaludin Rakhmat, Retorika Modern Pendekatan Praktis (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 47-49
[4] Fitriana Utami Dewi, Public Speaking Kunci Sukses Bicara di Depan Publik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm. 154
[5] Ongky Hojanto, Public Speaking Mastery (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), hlm.28

Pekerjaan Sosial

Pengertian Pekerjaan sosial merupakan sebuah profesi yang dilakukan dengan memberikan bantuan pelayanan terhadap individu, kelom...