BAB
II
PEMBAHASAN
A.
KONSELING
MULTIKULTURAL
Pengertian budaya
secara sederhana merupakan hasil cipta (serta akal budi) manusia untuk
memperbaiki, mempermudah, serta meningkatkan kualitas hidup dan kehidupannya,
atau, kebudayaan adalah keseluruhan kemampuan (pikiran, kata dan tindakan)
manusia yang digunakan untuk memahami serta berinteraksi dengan lingkungan
serta sesuai dengan situasi dan kondisinya. Kebudayaan berkembang sesuai atau
karena adanya adaptasi dengan lingkungan hidup dan kehidupan serta sikon
manusia berada.
Mungkin dalam
bahasa sehari-hari istilah kebudayaan dibatasi hanya pada hal-hal yang indah
(seperti candi, tari-tarian, seni rupa, seni suara, kesastraan, dan filsafat)
saja. Sedangkan dalam ilmu antropologi, “kebudayaan” dapat diartikan sebagai
keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya dalam kehidupan masyarakat
yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Hal tersebut
berarti bahwa hampir seluruh tindakan manusia adalah kebudayaan, karena hanya
sedikit tindakan manusia dalam kehidupan masyarakat yang tidak perlu dibiasakan
dengan belajar yaitu hanya beberapa tindakan naluri, beberapa tindakan akibat
proses fisiologi, atau kelakuan membabi buta.
Di dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa: “budaya” adalah pikiran, akal budi,
adat istiadat. Sedang “kebudayaan” adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin
(akal budi) manusia, seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat. Ahli
sosiologi mengartikan kebudayaan dengan keseluruhan kecakapan (adat, akhlak,
kesenian, ilmu dll). Sedang ahli sejarah mengartikan kebudayaan sebagai warisan
atau tradisi. Bahkan ahli Antropologi melihat kebudayaan sebagai tata hidup,
way of life, dan kelakuan.
Pengertian budaya secara
umum adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil kerja manusia
dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan cara
belajar. budaya diperoleh melalui proses belajar. Tindakan-tindakan yang
dipelajari di antaranya, cara makan, minum, berpakaian, berbicara, bertani,
bertukang, berelasi dalam masyarakat adalah budaya. Definisi-definisi
psikologis, menekankan aneka pencirian psikologis, termasuk
pengertian-pengertian seperti penyesuaian (adjustment), pemecahan masalah,
belajar dan kebiasaan.
Adapun
yang dimaksud dengan konseling multikultural
adalah konseling yang melibatkan konselor dan klien yang berasal dari latar
belakang budaya yang berbeda, dan karena itu proses konseling sangat rawan oleh
terjadinya bias-bias budaya pada pihak konselor yang mengakibatkan konseling
tidak berjalan efektif. Agar berjalan efektif, maka konselor dituntut untuk
memiliki kepekaan budaya dan melepaskan diri dari bias-bias budaya, dan
memiliki keterampilan-keterampilan yang responsif secara kultural. Dari segi
ini, maka konseling pada dasarnya merupakan sebuah “perjumpaan budaya” antara
konselor dan klien yang dilayaninya.
B.
KONSELING
MULTIAGAMA
Pengertian
konseling multiagama yaitu suatu proses konseling di mana antara konselor dan
klien berbeda latar belakang agamanya dan konseling dilakukan dengan
memerhatikan agama klien tersebut. Dalam proses konseling lintas agama ini,
konselor setidaknya mampu memahami perbedaan ajaran Agama yang dianut oleh
klien.
Jadi pengertian
Konseling lintas agama dan budaya yaitu suatu proses konseling yang melibatkan
antara konselor dan klien yang berbeda budaya atau agamanya, dan dilakukan
dengan memperhatikan budaya dan agama subyek yang terlibat dalam konseling. Karena
adanya aneka ragam bentuk hubungan agama dan kebudayaan tersebut, maka dalam
proses konseling perlu pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang tepat di mana
sesuai dengan ajaran agama dan budaya klien.
Masyarakat dan
kebudayaan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Sama halnya dengan
agama dan kebudayaan. Agama dankebudayaan adalah dua bidang yang dapat
dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Agama bersifat mutlak, tidak berubah
karena perubahan waktu dan tempat. Sedangkan budaya, sekalipun berdasarkan
agama, dapat berubah dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Oleh karena
itu, agama adalah primer dan budaya adalah sekunder. Budaya bisa merupakan
ekspresi hidup keagamaan, karena ia subordinat terhadap agama, dan tidak pernah
sebaliknya.
C. KONSEP
DASAR KONSELING MULTIKULTURAL
Konseling lintas
budaya atau multikultural merupakan suatu proses kegiatan konseling di mana
antara konselor dan konseli berasal dari latar belakang budaya yang berbeda.
Hal ini yang akan menimbulkan perbedaan persepsi di antara keduanya. Sehingga
dalam proses konseling ini perlu adanya pemahaman terkait dengan budaya yang
satu dengan yang lain agar dapat mewujudkan tujuan dari konseling itu sendiri.
Konsep dasar konseling itu yang dianjurkan adalah sebagai berikut:
1. Teknik
konselor harus dimodifikasi ketika konseling secara kultural berbeda.
2. Konselor
yang secara kultural sensitif disiapkan untuk menyesuaikan dengan perbedaan dan
berbagai kesulitan yang diantisipasi sepanjang proses konseling karena
kesenjangan latar belakang budaya konselor dan klien meningkat.
3. Prinsip
menolong atau membantu harus berdasarkan pada perspektif budaya klien, dan
konselor dituntut memiliki kemampuan mengkomunikasikan bantuannya serta
memahami distrees dan kesusahan klien.
4. Konselor
dituntut memahami perbedaan gejala dan cara menyampaikan keluhan masing-masing
kelompok budaya dan agama berbeda.
5. Konselor
harus memahami harapan dan norma yang mungkin berbeda antara dirinya dengan
klien.
D.
PINSIP-PRINSIP
DASAR KONSELING MULTIKULTURAL
Tak dapat disangkal,
klien yang secara kultural berbeda sangat mungkin terjadinya proses konseling
yang tidak berjalan lancar. Apabila baik dari konselor maupun klien tidak bisa
menyadari dan saling menghargai dari masing-masing individu yang unik. Jadi,
penekanan konseling multikultural saat ini lebih lanjut menggambarkan bahwa
konselor mengenali/menyadari kenyataan bahwa klien menjadi produk dari latar
belakang budaya yang beragam. Berikut prinsip-prinsip dasar dalam konseling
Multikultural, yaitu:
1.
Pribadi Konselor
a.
Kesadaran diri dan pengertian tentang
sejarah kelompok budayanya sendiri dan mengalami. Konselor perlu memahami
kultur mereka sendiri dalam rangka supaya sukses memahami kultur orang-orang
lain.
b.
Kesadaran diri pengertian tentang
pengalaman diri sendiri di lingkungan arus besar kulturnya.
c.
Kepekaan perseptual kearah kepercayaan
diri sendiri pribadi dan nilai-nilai yang dimilikinya.
2.
Pemahaman Klien
a.
Kesadaran dan pengertian/pemahaman tentang
sejarah dan pengalaman kelompok budaya di mana klien mungkin
mengidentifikasikannya atau sedang berhadapan dengannya.
b.
Kesadaran perseptual dan pemahaman akan
pengamalan dalam lingkungan kultur di mana klien mungkin mengidentifikasi atau
sedang berhadapan.
c.
Kepekaan perseptual ke arah kepercayaan
pribadi klien dan nilai-nilainya.
3.
Konselor dalam Proses Konseling
a.
Hati-hati dan mendengarkan secara aktif,
perhatian bukan peristiwa kebetulan, demonstrasikan secara luas tanggapan
non-verbal dan lisan asli yang menunjukkan kepada klien bahwa kamu memahami apa
yang ia bicarakan atau sedang di komunikasikan.
b.
Memperhatikan klien dan situasinya dengan
cara yang sama sebagaimana kamu akan memperhatikan dirimu jika kamu ada di
dalam situasi itu, dorongan optimisme di dalam mencari suatu solusi yang
realistis.
c.
Meminta klarifikasi ketika kamu tidak
memahami, menjadi sabar, optimis, dan secara mental siaga/waspada.
DAFTAR
PUSTAKA
https://irsyadbki.wordpress.com/
diakses pada tanggal 3 Mei 2016 pukul 11.55
Dayakisni, Tri dkk. 2012. Psikologi Lintas Budaya Cetakan IV.
Malang: UMM.
Adhiputra. Anak Agung Ngurah. 2013.
Konseling Lintas Budaya. Yogyakarta: Graha Ilmu.
http://fitk.uinsby.ac.id/30-karya-tulis/83-pendidikan-multikultural-upaya-membangun-keberagaman-inklusif-di-sekolah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berikan komentar dengan sewajarnya..