Tempramen dan Karakter
a.
Tempramen
Dalam bukunnya Diane E Papalia, dkk. menyatakan
bahwasannya tempramen berfungsi sebagai penentu karakteristik seseorang, cara biologis
untuk mendekati dan bereaksi terhadap orang dan situasi.[6]
Jadi bahwasanya karakter seseorang itu tidak semuanya bersifat
negatif, bahwasannya temprament itu
dilakukan sesuai situasi. Tergantung seperti apa stituasi atau kondisi yang
pada saat itu dialaminya.
Namun, pada dasarnya tempramen manusia itu sendiri
memiliki dimensi emosional yang
berbeda dengan emosi seperti rasa takut, tertarik, dan bosan, tempramen relatif
konsisten dan menetap pada diri manusia. Temperamen
manusia terbagi menjadi 4 jenis, yaitu:[7]
a)
Sanguinis
Ditandai
dengan sifat: hangat, meluap-luap, lincah, bersemangat dan pribadi yang
“menyenangkan.” Pada dasarnya mau menerima. Pengaruh/kejadian luar dengan
gampang masuk ke pikiran dan perasaan, yang membangkitkan respons yang meledak-ledak.
Perasaan lebih berperan dari pada pikiran refleksif dalam membentuk keputusan.
Orang sanguinis sangat ramah kepada orang lain, sehingga dia biasanya dianggap
seorang yang sangat ekstrovert.
b)
Koleris
Seorang
choleris tampil hangat, serba cepat, aktif, praktis, berkemauan keras, sanggup
mencukupi keperluannya sendiri, dan sangat independen. Dia cenderung tegas dan
berpendirian keras, dengan gampang dapat membuat keputusan bagi dirinya dan
bagi orang lain. Seperti seorang sanguinis, seorang Koleris adalah seorang
ekstrovert, walau tidak seekstrovertnya seorang sanguinis. Seorang choleris
hidup dengan aktif. Dia tidak butuh digerakkan dari luar, malah mempengaruhi
lingkungannya dengan gagasan-gagasannya, rencana, tujuan, dan ambisiambisinya
yang tak pernah surut.
c)
Melankolis
Si
melankolis adalah seorang yang paling “kaya” di antara semua temperamen. Dia
seorang analisis, suka berkorban, bertipe perfeksionis dengan sifat emosi yang
sangat sensitif. Tidak seorang pun yang dapat menikmati keindahan karya seni
melebihi seorang melankolis. Sebenarnya dia mudah menjadi introvert, tetapi
ketika perasaannya lebih dominan, dia masuk ke dalam bermacam-macam keadaan
jiwa. Kadang-kadang mengangkatnya pada kegembiraan yang tinggi yang membuatnya
bertindak lebih ekstrovert.
Akan tetapi pada saat lain dia akan murung dan depressi, dan selama periode ini
dia menarik diri (withdrawn), dan bisa menjadi seorang yang begitu
antagonistis (bersifat bermusuhan).
d)
Phlegmatis
Si
phlegmatis adalah seorang yang hidupnya tenang, gampangan, tak pernah merasa
terganggu dengan suatu titik didih yang sedemikian tinggi sehingga dia hampir
tak pernah marah. Dia adalah seorang dengan tipe yang mudah bergaul, dan paling
menyenangkan di antara semua temperamen. Phlegmatis berkaitan dengan apa yang
dipikirkan oleh Hippocrates mengenai cairan dalam badan yang menghasilkan yang
“tenang,” “dingin”, “pelan”, temperamen yang memiliki keseimbangan yang baik.
Baginya
hidup adalah suatu kegembiraan, dan kadang menjauh dari hal-hal yang tidak
menyenangkan. Dia
begitu tenang dan agak diam, sehingga tak pernah kelihatan terhasut, bagaimana
pun keadaan sekitarnya.
b.
Karakter
Selanjutnya mengenai karakteristik, Muchlas Samani dalam bukunya
menjelaskan bahwa karakter dimaknai sebagai cara berfikir dan berperilaku yang
khas setiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga,
masyarakat, bangsa, dan negara.[8]
Individu
yang berkarakter baik adalah individu yang dapat membuat keputusan dan siap
mempertanggung jawabkan setiap akibat dari keputusannya. Karakter dapat
dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan
yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang
terwujud dalam pikiran, sikap, prasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma
agama, hukum, tata karma, budaya, adat istiadat, dan estetika.
Karena karakter adalah perilaku
yang tampak dalam kehidupan manusia
sehari-hari, baik dalam bersikap
maupun dalam bertindak.
Konselor tidak dapat semaunya menentukan karakter kliennya itu harus
seperti apa, namun konselor harus mampu memahami berbagai karakter kliennya
sebagai selayaknya manusia biasa yang memang tidak luput dari dosa dan
kekhilafan. Konselor yang baik adalah konselor yang mampu menerima dan melayani
kliennya dengan baik, menjunjung tinggi toleransi, tentunya dengan tetap
menjaga kode etik konseling yang telah ditetapkan.
Dinyatakan bahwa manusia merupakan makhluk Allah yang
terdiri dari dua dimensi, yaitu dimensi jasmani dan dimensi rohani. Kedua
dimensi yang dimiliki manusia mendapatkan perhatian yang sama. Segi jasmani
memiliki tuntutan-tuntutan sendiri yang perlu dipenuhi. Demikian halnya dengan
dimensi rohani juga memiliki tuntutan tersendiri yang juga harus dipenuhi agar
manusia dapat hidup dengan baik dan selamat di dunia dan akhiratnya.[9]
Hal tersebut menunjukan bahwasannya kepribadian
seseorang membutuhkan suatu keyakinan dalam beragama. Oleh sebab itu, seorang
konselor mengarahkan kliennya yang sedang mengalami masalah agar mereka kembali
pada sang penciptanya, agar mereka tidak terjerumus pada hal yang tidak
diinginkan. Namun konselor perlu menyadari bahwasannya peranannya tidak sama
dengan petugas keagamaan yang berkewajiban memberikan keyakinan dan nilai-nilai
keagamaannya kepada pihak lain dan sekaligus mempengaruhinya. Karena itu
seorang konselor tidak mudah untuk memanfaatkan berinteraksi dengan klien.
Sigmuned Freud merumukan sistem kepribadian menjadi tiga
sistem. Ketiga sistem itu dinamainya id, ego, dan super ego.[10]
1.
Id (Das
Es)
Sebagai suatu sistem id mempunyai fungsi menunaikan
prinsip kehidupan asli manusia berupa penyaluaran dorongan naluriah. Dengan
kata lain id mengemban prinsip kesenangan (Pleasure principle), yang
tujuannya untuk membebaskan manusia dari ketegangan dorongan naluri dasar:
makan, minum, seks, dan sebagainya.
2.
Ego (Das Es)
Ego merupakan sistem yang berfungsi menyalurkan dorongan
id ke keadaan yang nyata. Freud menanamkan misi yang diemban oleh ego sebagai
prinsip kenyataan (objective/reality principe).
Segala bentuk
dorongan naluri dasar yang bersal dari id hanya dapat direalisasikan dalam
bentuk nyata melalui bantuan ego.ego juga megandung prinsip kesadaran.
3.
Super
Ego (Das Uber Ich)
Sebagai suatu sistem yang memiliki unsur molar dan keadilan,
maka sebagian besar super ego mewakili alam ideal. Tujuan super ego adalah
membawa individu kearah kesempurnaan sesuai dengan pertimbangan keadilan dan
moral. Ia merupakan kode modal seseorang dan berfungsi pula sebagai pengawas
tindakan yang dilakukan oleh ego. Jika tindakan itu sesuai dengan pertimbangan
moral da keadilan, maka ego mendapat ganjaran berupa rasa puas atau senang.
Sebaliknya jika betrentangan, maka ego menerima hukuman berupa rasa gelisah dan
cemas. Super ego mempunyai dua anak sistem, yaitu ego ieal dan hati nurani.
Dalam diri orang yang memiliki jiwa yang sehat ketiga
sistem itu bekerja dalam suatu susunan yang harminis. Segala bentuk tujuan dan
segala gerak-geriknya selalu memenuhi keperluan dan keinginan manusia yang
pokok. Sebaliknya, kalau ketiga sistem itu bekerja secara bertentangan satu
sama lainnya, maka orang tersebut dinamai sebagai orang yang tak dapat
menyesuakan diri. Ia menjadi tidak puas dengan diri dan lingkungannya. Dengan
kata lain efisiensi orang tersebut menjadi berkurang atau tidak sama sekali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berikan komentar dengan sewajarnya..