Perjalanan Dakwah Nabi Ibrahim
Dakwah
nabi Ibrahim bermula dari Negara Babilonia, yang penduduknya hanya menyembah
berhala. Hal inilah yang sangat dipertentangkan oleh Nabi Ibrahim. Meskipun
ayahnya sendiri yang membuat berhala-berhala itu untuk disembah.
Dalam
Al-Qur’an dikisahkan tentang bagaimana Nabi Ibrahim menentang, menghina
merendahkan dan meremehkan berhala-berhala yang mereka sembah. Ia berkata,
إِذْ قَالَ لأَبِيهِ وَقَوْمِهِ
مَاهَذِهِ التَّمَاثِيلُ الَّتِي أَنتُمْ لَهَا عَاكِفُونَ{52} قَالُوا وَجَدْنَآ
ءَابَآءَنَا لَهَا عَابِدِينَ {53} قَالَ لَقَدْ كُنتُمْ أَنتُمْ وَءَابَآؤُكُمْ
فِي ضَلاَلٍ مُّبِينٍ {54}
“Patung-patung apakah ini yang kamu
tekun menyembahnya?” Mereka
menjawab, “kami mendapati nenek
moyang kami menyembahnya.” Ibrahim berkata,”Sesungguhnya kamu dan nenek moyang
kamu berada dalam kesesatan yang nyata.” (Al-Anbiyaa’:52-54).
Ketika
ia (Ibrahim) berkata kepada ayah dan kaumnya, “Berhala-berhala apa yang kalian
buat ini, kemudian kalian tetap tekun menyembahnya?” Mereka menjawab, “Kami
mendapati bapak-bapak kami menyembahnya,
dan kami menyembahnya karena mengikuti mereka.” Ibrahim berkata kepada mereka,
“Sesungguhnya kalian dan bapak-bapak kalian, dalam penyembahan terhadap
berhala-berhala ini, benar-benar dalam kejauhan yang nyata dari kebenaran.”
Kala
itu Nabi Ibrahim penasaran dan mencoba bertanya kepada para penduduk tentang
apa yang sebenarnya sedang mereka sembah. Dan dijawablah bahwa
penduduk-penduduk itu melihat pendahulu-pendahulu mereka menyembah
patung-patung itu. Meskipun mereka juga tahu bahwa patung-patung tersebut tidak
dapat mendengar, memberi manfaat maupun menjatuhi hukuman kepada mereka. Kemudian
Nabi menerangkan bahwa mereka beserta pendahulu-pendahulunya berada dalam
kesesatan karena telah menyembah selain Allah SWT.
Walaupun
kala itu Nabi Ibrahim telah memberi penjelasan dengan baik. Namun mereka tetap
bertahan pada kekufurannya dalam menyembah berhala. Lalu mereka menyalahkan
Nabi Ibrahim dengan alasan telah merendahkan dan menghina Tuhan mereka.
Setelah
kejadian tersebut Nabi Ibrahim membangun siasat untuk mengelabui kaumnya.
Ketika semua orang pergi ke alun-alun kota untuk melakukan perayaan hari besar
tahunan, beliau tidak ikut dengan alasan sakit. Saat semua orang sudah pergi,
Nabi menyelinap ke tempat berhala secara diam-diam. Tempat itu sangat besar, di
sana juga terdapat makanan untuk sesajen yang diletakkan di dekat berhala.
Berhala-berhala
di tempat itu sangat banyak, ada yang besar maupun kecil. Kemudian diambilnya kapak
oleh Nabi Ibrahim. Dan dihancurleburkannya semua berhala-berhala tersebut
kecuali yang terbesar. Ditaruhnya kapak yang ia gunakan tadi ke tangan berhala
yang paling besar.
Ketika
orang-orang kembali dari perayaan hari rayanya, mereka terkejut melihat sesembahan
mereka hancur lebur dan hanya tersisa satu buah. Lalu ada di antara mereka yang
mengatakan bahwa kemungkinan Ibrahim lah yang telah menghancurkan
berhala-berhala tersebut. Karena hanya ia yang berani mencela dan menghina
Tuhan mereka. Setelah itu, para pemuka kaum melakukan pertemuan guna membahas
pengeksekusian Nabi Ibrahim.
Hal
ini sesuai dengan apa yang telah direncanakan oleh Nabi Ibrahim. Tujuan utama
ia menghancurkan berhala-berhala tersebut adalah untuk mengumpulkan semua
masyarakat. Agar ia dapat menyampaikan kepada seluruh penyembah berhala-berhala
tersebut bahwa tindakan yang mereka lakukan itu salah. Kemudian Nabi Ibrahim
mengemukakan bahwa patung yang terbesar lah yang menyuruhnya melakukan itu
semua.
Dengan
mengatakan seperti itu Nabi Ibrahim bermaksud agar mereka segera menjawab bahwa
patung-patung itu tidak dapat berbicara. Hingga mereka mengakui bahwa
patung-patung itu hanya benda mati yang tidak bisa berbuat apa-apa sama seperti
benda mati yang lainnya. Kemudian ia menjelaskan bahwa sesungguhnya yang patut
kita sembah yakni Allah. Yang telah menciptakan manusia, sedangkan berhala
adalah benda yang di buat oleh manusia. Lalu kenapa mereka menyembah apa yang
telah mereka ciptakan sendiri.
Setelah
mereka tidak mampu mengalahkan argumentasi Nabi Ibrahim, bukannya memercayai
perkataan Nabi justru mereka berusaha mengambil jalan lain untuk
mengalahkannya. Atas dasar kekuasaan dan kekuatan yang mereka miliki di wilayah
tersebut. Para pemuka sepakat untuk membakar Nabi Ibrahim hidup-hidup. Seperti
yang tercantum dalam ayat di bawah ini,
قَالُوا حَرِّقُوهُ وَانصُرُوا
ءَالِهَتِكُمْ إِن كُنتُمْ فَاعِلِينَ {68} قُلْنَا يَانَارُ كُونِي بَرْدًا
وَسَلاَمًا عَلَى إِبْرَاهِيمَ {69} وَأَرَادُوا بِهِ كَيْدًا فَجَعَلْنَاهُمُ
اْلأَخْسَرِينَ {70}
Mereka berkata, “Bakarlah dia dan
bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak berbuat.” Kami (Allah)
berfirman,”Wahai api! Jadilah kamu dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim!” Dan
mereka hendak berbuat jahat terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu
orang-orang yang paling rugi.” (Al-Anbiyaa’:
68-70)
Tafsir
Al-Muyassar:
Tatkala
bantahan mereka mentah dan kebenaran menjadi jelas maka beralih menggunakan
kekuasaan mereka seraya mengatakan, “Bakarlah Ibrahim dengan api: sebagai
bentuk kemarahan untuk sembahan-sembahan kalian, jika kalian menolongnya.
Nyalakanlah api yang besar dan lemparkanlah ia ke dalam kobarannya.” Maka Allah
menolong Ibrahim dan berkata kepada api, “Jadilah dingin dan keselamatan bagi
Ibrahim.” Karena itu, Ibrahim tidak mendapat suatu hal yang menyakitkan dan
tidak pula terkena suatu yang di benci di dalamnya. Kaum itu bermaksud
membinasakan Ibrahim, tapi Allah membatalkan tipu daya mereka, dan menjadikan
mereka sebagai orang-orang yang kalah lagi hina.
Orang-orang
kafir itu mengumpulkan kayu di setiap tempat yang bisa mereka jangkau. Setelah
itu tangan Nabi Ibrahim diikat dengan rantai besi dan dililitkan ke seluruh
tubuhnya. Lalu dibawalah ia ke atas bangunan yang paling tinggi. Dalam keadaan
terbelenggu dilemparkanlah Nabi ke atas tumpukan api yang menyala-nyala.
Penduduk
yang menyaksikan upacara pembakaran tercengang, tatkala melihat Nabi Ibrahim
tak sedikit pun tersentuh oleh api. Hingga api itu padam dan menjadi abu.
Bahkan pakaian yang ia kenakan masih utuh sepenuhnya.
Mukjizat
yang diberikan oleh Allah SWT kepada Nabi Ibrahim merupakan bukti nyata akan
kebenaran dakwah yang disampaikannya. Hal ini tentu menyebabkan mulai goyahnya
kepercayaan sebagian masyarakat atas berhala yang telah mereka sembah
terdahulu. Ada banyak penduduk yang mulai mengikuti dakwah Nabi. walaupun tidak
sedikit juga yang merasa khawatir akan kemurkaan dari para pemukanya, karena
pengikutnya mulai beralih kepada Nabi Ibrahim.
Perdebatan Nabi Ibrahim dengan Raja
Namrud
Allah berfirman:
أَلَمْ
تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ ءَاتَاهُ اللهُ
الْمُلْكَ إِذْقَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِ وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا
أُحْيِ وَأُمِيتُ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ
الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ وَاللهُ لاَ
يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ {258}
“Tidakkah kamu memperhatikan orang Yang
mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan
(kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah yang menghidupkan dan
mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim
berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari
barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang Halim.” (Al-Baqarah:258)
Tafsir
Al-Muyassar:
Apakah
kamu tidak memperhatikan orang yang buta akan bukti-bukti kebenaran dan
mendebat Ibrahim, khalil Allah (kesayangan Allah), dalam hal ketuhanan dan
keesaan Allah. Perhatikanlah bagaimana kesombongan terhadap kekuasaan yang
telah Tuhan berikan mengeluarkan mereka dari cahaya fitrah (keimanan) kepada
kekafiran. Ketika Ibrahim berkata, "Sesungguhnya Allah menghidupkan dan
mematikan dengan cara meniupkan ruh ke dalam tubuh dan mencabutnya," orang
kafir itu berkata, "Saya dapat memberikan kehidupan dan kematian dengan
cara mengampuni dan membunuh." Lalu, untuk menyudahi perdebatannya, Ibrahim
berkata, "Allah menerbitkan matahari dari timur. Terbitkanlah dari barat
jika kamu benar-benar Tuhan." Orang kafir itu pun menjadi bingung dan
terputuslah perdebatan karena kuatnya bukti yang menyingkap kelemahan dan
keangkuhannya. Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada orang-orang yang
terus ingkar.
Jadi,
ayat ini menceritakan tentang perdebatan Nabi Ibrahim dengan Raja Babilonia
yang sedang berkuasa kala itu Raja Namrud. Ia mengaku-aku bahwa dirinya Tuhan.
Maka Nabi Ibrahim mengeluarkan bukti-bukti yang menyatakan kekeliruannya yang
sangat fatal. Kemudian Nabi mempertegas bahwa Raja itu sangat bodoh serta
kurang akalnya dengan argumentasi yang sangat baik.
Dengan
argumentasi itu maka terlihatlah dengan jelas kesesatan Raja Namrud.
Kebodohannya, kebohongan yang telah di dakwahkannya dan kebatilan jalan yang
ditempuhnya. Dengan pengakuan di hadapan masyarakatnya ini, ia tidak bisa
berkata apa-apa lagi. Ia terdiam seribu bahasa karena telah dikalahkan dengan telak.
Kontekstual Dakwah Nabi Ibrahim di
Masa Kini
Nabi
Ibrahim merupakan Nabi yang paling cakap dalam berbicara. Ia pintar dalam
berargumentasi serta pandai berdebat. Dengan kemampuan ini lah Nabi Ibrahim
mengajak umatnya berdakwah. Karena penduduk Babilonia kala itu sangat lah bodoh
dan kufur. Menyembah patung yang telah mereka buat sendiri. Dan mereka juga
mengetahui bahwa patung-patung tersebut tidak dapat berbicara, memberi manfaat
kepada mereka maupun menjatuhi hukuman.
Para
Da’i saat ini diharapkan mampu menerapkan keberanian Nabi Ibrahim dalam
berdakwah. Dalam upaya menegakkan suatu kebatilan di saat ini. Terutama yang
berkaitan dengan Aqidah.
Senantiasa
bersiap sedia menghadapi hujah-hujah dari para mad’u dengan menambah ilmu
keagamaan yang banyak serta berwawasan luas. Mad’u mungkin akan mempertanyakan
tentang kebenaran ajaran dakwah yang disampaikan oleh Da’i. Dengan pengetahuan
yang luas Da’i bisa menjawab pertanyaan dari Mad’u dengan baik dan benar.
Seperti yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dalam berdakwah.
Berani
untuk mengemukakan masalah-masalah yang berkaitan dengan tauhid, syirik dan
kekafiran secara terang-terangan tanpa rasa takut. Menggunakan pelbagai media
yang ada pada masa kini. Seperti melalui televisi, radio, internet, surat kabar
dan sebagainya dalam usaha untuk menentang kebatilan.
Berani
berhadapan langsung dengan pemerintah untuk membincangkan soal yang hak dan
batil dalam masyarakat. Pemerintahan tidak hanya sebagai sentral politik juga
sebagai patokan umum masyarakat dalam menjalankan agama.
Keyakinan
yang tinggi terhadap perlindungan dan bantuan Allah SWT kepada hamba-Nya yang
menegakkan agama-Nya. Percaya bahwa Allah senantiasa berada di sisi orang-orang
yang menyampaikan kebenaran kepada umat-Nya. Sehingga tidak akan timbul rasa
cemas maupun takut saat menyampaikan dakwah di muka umum dalam menyampaikan
kebenaran.
DAFTAR PUSTAKA
Katsir, Imam Ibnu. 2011. Kisah Para Nabi. Jakarta: PUSTAKA
AL-KAUTSAR.
Basyir, Hikmat. 2011. Tafsir Al-Muyassar. Solo: An-Naba’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berikan komentar dengan sewajarnya..