Kamis, 26 Mei 2016

TEORI MOTIVASI MCCLELLAND



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Teori-teori sosial bukan lagi merupakan suatu istilah asing bagi masyarakat. Dan setiap pembangunan masyarakat pasti para sosiolog menggunakan teori-teori sosial seorang sosiolog yang sudah terkenal. Dalam makalah ini saya akan memberikan gambaran-gambaran tentang teori David McClelland yang merupakan sosiolog yang terkenal pada masa modernisasi.
Dalam teori McClelland yang paling terkenal adalah konsep Virus N-Ach yang terdapat pada tiga jenis kebutuhan motivasi yang terdapat pada bukunya yang berjudul The Achieving Society yang diidentifikasikan pada tahun 1961. David C. McClelland juga  menulis tentang sebuah artikel berjudul ‘Dorongan Hati Menuju Modernisasi’ dimana merupakan salah satu inti dari buku yang populer dengan judul “The Achieving Society”.Dalam buku tersebut telah memberikan manfaat sangat besar terhadap orang-orang yang telah membaca buku karyanya tersebut. Orang yang sudah membaca buku tersebut akan merasa termotivasi dalam menyelesaikan masalah hidupnya.
David McClelland memelopori motivasi kerja berpikir, mengembangkan pencapaian berbasis teori dan model motivasi, dan perbaikan dipromosikan dalam metode penilaian karyawan, mendukung penilaian berbasis kompetensi dan tes, dengan alasan mereka untuk menjadi lebih baik dari IQ tradisional dan kepribadian berbasis tes. Ide-idenya telah sejak diadopsi secara luas di banyak organisasi, dan berhubungan erat dengan teori Frederick Herzberg. Selain itu teori McClelland juga memberikan kelanjutan tentang teori Max Weber. Jadi teori McClelland mempunyai keterkaitan dan dalam makalah saya ini akan memberikan sebuah penjelasan tentang keterkaitan tersebut.
Selain itu konsep Virus N-Ach ini juga mendapatkan respons baik pagi umat islam serta konsep tersebut juga dapat menyelamatkan bangsa Indonesia dari keterpurukan jika virus tersebut bisa menyebar di seluruh komponen masyarakat Indonesia.

B.     RUMUSAN MAKALAH
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana biografi dari David McClelland?
2.      Apa saja teori motivasi kebutuhan dari David McClelland?
3.      Bagaimana kritik terhadap teori berdasarkan pengamatan McClelland?

C.    TUJUAN
Tujuan pembuatan makalah dan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1.      Mengerti biografi dan biodata dari David McClelland.
2.      Memahami teori motivasi kebutuhan yang berasal dari teori David McClelland.
3.      Mampu memahami apa saja kelemahan yang ada pada teori McClelland.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    BIOGRAFI DAVID MC CLELLAND
David C. McClelland (20 Mei 1917 – 27 Maret 1998) adalah seorang ahli teori psikologis Amerika. Ia lahir di kota Mt. Vernon negara Amerika. Dan beliau mendapatkan penghargaan sebagai sarjana seni dari Wesleyan University di tahun 1938 dan mendapatkan gelar MA dari University of Missouri. Serta ia mencapai gelar Doktor di bidang psikologi di Yale pada tahun 1941 dan menjadi profesor di Wesleyan University. Kemudian ia mengajar dan kuliah. Dimana dengan rekan-rekan selama dua puluh tahun ia belajar tentang motivasi dan kebutuhan berprestasi.
Pada tahun berikutnya beliau menerima gelar Ph.D dari Universitas Yale dan mengajar di Connecticut College dan Wesleyan University sebelum bergabung dengan fakultas di Universitas Harvard pada tahun 1956, dan ia sudah bekerja selama 30 tahun dan menjabat sebagai ketua Departemen Hubungan Sosial. Pada tahun 1961, Guru besar psikologi di Harvard University bernama David C. McClelland menulis tentang sebuah artikel berjudul ‘Dorongan Hati Menuju Modernisasi’ dimana merupakan salah satu inti dari buku yang populer dengan judul “The AchievingSociety”. Tulisan tersebut merupakan salah satu dari beberapa pemikiran para sarjana Amerika dalam menghadapi tantangan terbesar di awal abad ke 19 yakni ‘Depresi’ ekonomi pada dekade 1920-1930an. Artikel yang ditulis David C. McClelland tersebut juga bertujuan sebagai panduan sebuah negara menuju modernisasi.
Dia mulai konsultasi McBer di tahun 1963, membantu industri menilai dan melatih staf, dan kemudian ia pindah ke Boston University pada tahun 1987 untuk mengajar di Boston University sejak tahun 1987 hingga kematiannya. David McClaland ini terkenal akan karyanya tentang motivasi berprestasi, namun kepentingan penelitian diperpanjang dengan kepribadian dan kesadaran. David McClelland memelopori motivasi kerja berpikir, mengembangkan pencapaian berbasis teori dan model motivasi, dan perbaikan dipromosikan dalam metode penilaian karyawan, mendukung penilaian berbasis kompetensi dan tes, dengan alasan mereka untuk menjadi lebih baik dari IQ tradisional dan kepribadian berbasis tes. Ide-idenya telah diadopsi secara luas di banyak organisasi, dan berhubungan erat dengan teori Frederick Herzberg.
David McClaland telah menerbitkan beberapa karyanya selama kariernya yaitu : Pertama, Motif Prestasi (1953); Kedua,The Achieving Society (1961); Ketiga, Akar Kesadaran (1964); Keempat, Menuju Sebuah Teori Motivasi Akuisisi (1965); Kelima, Power Pengalaman Batin (1975). Selain itu yang membuat David McClelland dapat terkenal adalah karena penjelasannya terhadap tiga jenis kebutuhan motivasi yang terdapat pada bukunya yang berjudul The Achieving Society yang diidentifikasikan pada tahun 1961.

B.     TEORI MOTIVASI KEBUTUHAN MC CLELLAND
Dalam dunia psikologi ada sebuah teori kebutuhan yang memotivasi seseorang untuk melakukan sesuatu. Teori tersebut dikembangkan oleh David McClelland sehingga sering disebut sebagai teori motivasi McClelland. McClelland (dalam Satiadarma, 2000) mengajukan teori motivasi yang didasari oleh pemenuhan kebutuhan (Seed achievement theory) di mana salah satu komponennya adalah kepribadian individu.
McClelland (dalam Walgito, 2010) mengemukakan bahwa motif sosial merupakan motif yang kompleks dan merupakan sumber dari banyak perilaku atau perbuatan manusia. Motif sosial merupakan hal yang penting untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku individu dan kelompok David McClelland (dalam Robbins, 2001) dalam teorinya McClelland’s Achievment Motivation Theory atau teori motivasi prestasi McClelland mengemukakan bahwa individu mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi ini dilepaskan dan dikembangkan tergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi individu dan situasi serta peluang yang tersedia. Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan yaitu kebutuhan akan prestasi (achiefment), kebutuhan kekuasaan (power), dan kebutuhan afiliasi.
Masing-masing individu memiliki kebutuhan sendiri-sendiri sesuai dengan karakter serta pola pikir. Dalam implementasinya, seseorang yang cenderung memiliki salah satu kebutuhan yang tinggi pada ketiga kebutuhan di atas akan lebih cocok pada satu posisi tertentu dalam sebuah pekerjaan. Sebagai contoh, seseorang yang memiliki need of power (nPow) tinggi cenderung lebih cocok ditempatkan sebagai pemimpin sedangkan seseorang yang cenderung memiliki need of affiliation yang tinggi lebih suka dengan suasana kerja tim yang memiliki banyak interaksi antar individu. Seseorang yang mampu memahami kebutuhan motivasinya akan dapat menentukan karier maupun pekerjaan yang cocok sesuai dengan karakternya.
McClelland (dalam Munandar, 2001) menemukan bahwa individu dengan dorongan prestasi yang tinggi berbeda dari individu lain dalam keinginan kuat untuk melakukan hal-hal dengan lebih baik. Individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi mencari kesempatan-kesempatan dimana individu tersebut memiliki tanggung jawab pribadi dalam menemukan jawaban-jawaban terhadap masalah-masalah. Individu tersebut lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan dimana terdapat tanggung jawab pribadi, akan memperoleh balikan, dan tugas pekerjaan memiliki risiko yang sedang (moderate). Individu yang memiliki kebutuhan berprestasi yang tinggi bukan pemain judi (gambler), tidak suka berhasil secara kebetulan. Tujuan-tujuan yang ditetapkan merupakan tujuan yang tidak terlalu sulit dicapai dan juga bukan tujuan yang terlalu mudah dicapai. Tujuan yang harus dicapai merupakan tujuan dengan derajat kesulitan menengah (moderate).
Lebih lanjut  McClelland menyatakan karakteristik individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi menurut McClelland sebagai berikut:
1.      Keinginan menjadi yang terbaik;
2.      Menyukai pekerjaan dengan tanggung jawab pribadi;
3.      Membutuhkan umpan balik setelah melakukan suatu pekerjaan;
4.      Resiko pemilihan tugas moderat;
5.      Kreatif-inovatif dalam melakukan suatu tugas atau pekerjaan.
Menurut McClelland individu memilih cadangan energi potensial, pelepasan dan pengembangan cadangan energi potensial bergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi individu, situasi, dan peluang yang tersedia. Teori McClelland fokus pada tiga kebutuhan yaitu,
a.      Kebutuhan Akan Prestasi (need for achievement)
Dalam Schultz dan Schultz (2008) dijelaskan bahwa teori kebutuhan akan prestasi  milik McClelland adalah perluasan dari teori need of achievement milik Murray yang menggunakan ThematicApperception Test (TAT). Kebutuhan akan prestasi adalah dorongan untuk mengatasi hambatan, mengungguli, dan berprestasi, dan bertindak lebih untuk mencapai standar yang tinggi. Pada hierarki kebutuhan Maslow, kebutuhan akan prestasi berada di antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan prestasi berada di antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri.
Ada beberapa karakteristik dari individu yang memiliki motivasi kebutuhan akan prestasi yang dijabarkan oleh McClelland (1987), yakni sebagai berikut :
1.      Menyukai tugas yang memiliki taraf kesulitan sedang                
Individu yang memiliki kebutuhan akan prestasi lebih menyukai tugas dengan taraf kesulitan sedang karena beberapa alasan. Pertama, tugas degan taraf kesulitan yang rendah tidak dapat membuat dirinya tampil lebih baik dibandingkan dengan individu lain karena semua individu dianggap dapat mengerjakan tugas dengan taraf kesulitan rendah tersebut. Maka dari itu, tugas dengan taraf kesulitan rendah tidak dapat memuaskan kebutuhan akan prestasi yang ada pada dirinya. Namun, mereka juga tidak menyukai tugas dengan taraf kesulitan terlalu tinggi karena hal tersebut dapat menghambat mereka dalam mencapai keberhasilan sehingga kemungkinan gagal lebih besar.
2.      Bertanggung jawab secara personal atas performa kerja
Individu yang memiliki kebutuhan akan prestasi yang tinggi cenderung memilih untuk bertanggung jawab secara pribadi dalam pekerjaan mereka. Hal ini disebabkan oleh kepuasan yang dapat individu peroleh setelah selesai melakukan sesuatu yang lebih baik. Individu yang memiliki kebutuhan akan prestasi yang tinggi tersebut juga mempunyai kecenderungan untuk menyelesaikan pekerjaan yang diberikan kepadanya hingga selesai dan selalu terpikirkan tugas yang belum terselesaikan. Individu lebih berfokus pada prestasi pribadi mereka tanpa memedulikan pengaruhnya bagi anggota kelompok mereka.
3.      Menyukai umpan balik (feedback)
Individu dengan kebutuhan akan prestasi yang tinggi menyukai jika performa mereka dibandingkan dengan orang laon. Individu dengan kebutuhan prestasi yang tinggi juga menyukai umpan balik atas performa atau pekerjaan mereka untuk menilai hasil kerja keras mereka.
4.      Inovatif
Individu yang memiliki kebutuhan akan prestasi yang tinggi juga selalu berusaha untuk inovatif, menemukan cara yang baru lebih baik dan efisien dalam menyelesaikan tugas. Mereka menghindari segala sesuatu yang monoton dan berhubungan dengan rutinitas. ketika orang yang memiliki kebutuhan yang tinggi akan prestasi meraih kesuksesan, mereka akan terus meningkatkan level aspirasi mereka dengan cara yang realistis, jadi mereka dapat bergerak menuju tugas yang lebih sulit dan menantang.
5.      Ketahanan (persistence)
Individu yang memiliki kebutuhan yang tinggi akan prestasi memiliki ketahanan kerja yang lebih tinggi dalam mengerjakan tugas. Ketika menghadapi kegagalan individu dengan kebutuhan prestasi yang tinggi cenderung akan bertahan. Hal ini didorong dengan kepercayaan bahwa mereka dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan tepat dan baik serta mampu mengerjakan pekerjaan yang serupa dengan hasil yang lebih baik di masa depan. Namun, ketahanan ini tetap tergantung pada kemungkinan mereka untuk meraih sukses. 
Dalam Tinherniyani (tanpa tahun) menyatakan ada 3 ciri umum orang yang memiliki kebutuhan akan prestasi tinggi menurut McClelland, yaitu :
a.       Memiliki kecondongan untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat
b.      Menyukai pekerjaan yang hasil pekerjaannya muncul dari upaya-upaya mereka sendiri dan bukan dari faktor lain seperti keberuntungan.
c.       Menginginkan umpan balik terkait keberhasilan dan kegagalan mereka dibandingkan dengan individu yang memiliki kebutuhan akan prestasi yang rendah.
Menurut McClelland, Atikson, Clark, dan Coveil (dalam Schultz dan Schultz, 2008) penelitian McClelland bersama asosiasinya meminta sekelompok mahasiswa laki-laki untuk menuliskan cerita singkat dari  gambar Thematic Apperception Test TAT. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa cerita yang dibuat oleh mahasiswa yang memiliki kebutuhan akan prestasi yang tinggi berisikan cerita tentang kondisi pencapaian-pencapaian yang tinggi berisi banyak rujukan yang bisa digunakan untuk mencapai standar yang memuaskan, keinginan untuk mendapatkan,  dan bertindak dengan baik. Contoh dari penjelasan di atas adalah pada gambar seorang laki-laki dengan buku terbuka di atas meja yang berada di depannya. Partisipan penelitian yang memiliki kebutuhan akan prestasi tinggi akan membuat cerita singkat terkait dengan bekerja keras, sesuatu yang luar biasa, dan melakukan sesuatu yang hebat. Sedangkan cerita yang dibuat oleh mahasiswa dengan kebutuhan akan prestasi yang rendah berhubungan dengan melamun, berpikir, dan mengingat kejadian masa lalu. Analisis yang berikutnya mengonfirmasi valliditas dari TAT sebagai cara untuk mengukur kebutuhan akan prestasi. Selanjutnya, menurut McClelland dan Piedmont (dalam Schultz dan Schultz, 2008) mayoritas dari pemilik kebutuhan akan prestasi yang tinggi adalah kalangan menengah hingga atas. Pemuda yang memiliki kebutuhan akan prestasi yang tinggi kemungkinan lebih besar untuk hadir di kampus, mendapatkan nilai yang lebih tinggi, dan tergabung dalam komunitas dan kegiatan kampus. Selain itu, pemuda yang memiliki kebutuhan akan prestasi yang tinggi besar kemungkinan melakukan kecurangan (menyontek) saat ujian di beberapa situasi, memiliki interaksi yang lebih baik dengan orang lain, dan memiliki kesehatan fisik yang lebih baik.
Individu dengan kebutuhan akan prestasi yang tinggi tidak selalu tampil lebih baik. Individu dengan kebutuhan akan prestasi yang tinggi hanya akan tampil dengan lebih baik ketika mereka ditantang untuk unggul. McClelland, Koestner, dan Weinberg (dalam Schultz dan Schultz, 2008) mengatakan bahwa berdasarkan penemuan tersebut McClelland membuat prediksi bahwa Individu dengan kebutuhan akan prestasi yang tinggi akan mencari kehidupan dan karier yang memungkinkan mereka untuk memuaskan kebutuhannya. Individu dengan kebutuhan akan prestasi yang tinggi akan membuat standar pribadi dan bekerja keras untuk mendapatkan hal tersebut.
Reuman, Alwin, dan Verrof (dalam Schultz dan Schultz, 2008) mengatakan bahwa individu dengan kebutuhan akan prestasi yang tinggi cenderung lebih sering memiliki pekerjaan berstatus tinggi. Hal ini dikarenakan Individu dengan kebutuhan akan prestasi yang tinggi bekerja lebih keras dan memiliki ekspektasi untuk sukses. Individu dengan kebutuhan akan prestasi yang tinggi lebih memilih pekerjaan yang memiliki tanggung jawab pribadi yang kesuksesannya bergantung pada usahanya, bukan yang bergantung pada usaha orang lain atau faktor di luar kendali mereka.
Dalam Schultz dan Schultz (2008) dijelaskan bahwa faktor budaya dapat mempengaruhi kebutuhan akan prestasi seseorang. Penelitian perbandingan lintas budaya pada 372 siswa dan mahasiswa (laki-laki dan perempuan) yang tinggal di Hongkong. Sebagian dari partisipan penelitian ini berasal dari Inggris dan sebagian yang lain adalah asli China. Siswa yang berasal dari Inggris fokus pada prestasi individu dalam situasi yang kompetitif. Siswa yang merupakan orang China asli lebih berfokus pada kebutuhan akan afiliasi dibandingkan dengan kebutuhan akan prestasi pribadi.
Kebutuhan akan prestasi juga dipengaruhi oleh pola pengasuhan orang tua. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa perilaku orang tua cenderung lebih menampakkan atau membuat kebutuhan akan prestasi pada anak laki-laki. Penelitian lain membuktikan bahwa tekanan dari orang tua yang diberikan pada dua tahun pertama kehidupan anak mengarah pada tingkat yang lebih tinggi pada kebutuhan akan prestasi pada masa dewasa. McClelland dan Franz (dalam Schultz dan Schultz, 2008) menyatakan bahwa McClelland membuat kesimpulan dari penelitian tersebut. Kesimpulan tersebut adalah perilaku orang tua pada dua tahun pertama kehidupan anak adalah masa yang penting untuk pembentukan tingkatan yang tinggi pada kebutuhan akan prestasi pada masa dewasa.
Selain dipengaruhi oleh budaya dan pola asuh orang tua, tingkat kebutuhan akan prestasi individu dipengaruhi pada masa kanak-kanak. Dalam Schultz dan Schultz (2008) menyatakan bahwa ada kemungkinan bahwa hal itu dapat ditingkatkan atau ditekan, menguat atau justru melemah, dengan harapan pengasuh di tempat penitipan anak atau guru di sekolah.
Faktor lainnya adalah gender. Penelitian terhadap anak-anak dan remaja menunjukkan bahwa sebagian anak perempuan dan wanita muda yang beranjak dewasa mengalami konflik antara kebutuhan untuk melakukan yang terbaik dan mendapatkan peringkat terbaik dengan  kebutuhan untuk tampil feminin, empati, dan peduli. Para partisipan penelitian takut untuk mendapatkan peringkat yang terlalu tinggi akan membuat diri mereka menjadi tidak populer, khususnya dengan laki-laki.
1.      mengkhawatirkan perasaan orang lain yang terluka karena kemenangan
2.      khawatir dianggap pamer apabila mengekspresikan kebanggaan atas prestasi
3.      khawatir bereaksi negatif terhadap situasi yang tidak berhasil
4.      memperhatikan penampilan fisik dan standar kecantikan
5.      khawatir dianggap terlalu agresif di dalam kelas
Elliot, Church, dan Sheldon (dalam Schultz dan Schultz, 2008) menyatakan bahwa penelitian menganjurkan bahwa untuk memuaskan kebutuhan akan prestasi dengan berjuang untuk sukses  daripada menghindari kegagalan adalah suatu yang sangat penting untuk kesejahteraan seseorang. Puca dan Schmalt (dalam Schultz dan Schultz, 2008)  menyatakan bahwa sebuah penelitian pada 93 mahasiswa universitas Jerman ditemukan bahwa mahasiswa yang termotivasi untuk sukses tampil jauh lebih baik dan pantang menyerah dalam tugas terkait dibandingkan dengan mahasiswa dengan motivasi untuk menghindari kegagalan.
Zubriggen dan Sturman (dalam Schultz dan Schultz, 2008) menyatakan bahwa penelitian lain menunjukkan bahwa mengingat peristiwa pada masa sebelumnya dikaitkan dengan keragaman emosi positf termasuk terkejut, kebahagiaan, dan kegembiraan.
Parron dan Harackiwieez (dalam Schultz dan Schultz, 2008) menyatakan bahwa penelitian menganjurkan dua tipe tujuan dalam motivasi berprestasi, yaitu mastery dan performance atau dua cara dalam memuaskan kebutuhan akan prestasi. Mastery meliputi mengembangkan kompetensi melalui perolehan pengetahuan dan kemampuan untuk memuaskan diri sendiri. Tujuan performance melibatkan memperoleh kompetensi dengan tujuan untuk tampil lebih baik dibandingkan dengan orang lain.
b.      Kebutuhan akan Kekuasaan (need for power)
Kebutuhan ini didasari oleh keinginan seseorang untuk mengatur atau memimpin orang lain. Orang-orang N-POW adalah mereka yang senang jika mempunyai kekuasaan atas segala sesuatu, yang dikejarnya adalah kuasa atas segala sesuatu. McClelland menyatakan bahwa kebutuhan akan kekuasaan sangat berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu posisi kepemimpinan.
Mereka yang memiliki kebutuhan kekuasaan (need for power/n-Pow) dapat menjadi orang yang memiliki dua tipe, personal dan institusional. Mereka yang butuh kekuasaan personal menginginkan orang lain secara langsung, dan kebutuhan ini sering diterima sebagai hal yang tidak diingini. Seseorang yang membutuhkan kekuasaan lembaga mau mengorganisir usaha orang lain untuk tujuan lebih lanjut dari organisasi. Manajer dengan kebutuhan kekuasaan lembaga yang tinggi cenderung lebih efektif dibandingkan dengan mereka yang membutuhkan kekuasaan personel tinggi.
Contoh dari kekuasaan pribadi adalah seorang pemimpin perusahaan yang mencari posisi lebih tinggi agar bisa mengatur orang lain mengarahkan ke mana perusahaan akan bergerak. Sedangkan kekuasaan sosial adalah kekuasaan yang misalnya dimiliki oleh pemimpin seperti Nelson Mandela, yang memiliki kekuasaan dan menggunakan kekuasaannya tersebut untuk kepentingan sosial, seperti misalnya perdamaian.
c.       Kebutuhan akan afilasi (need for affiliation)
Kebutuhan akan afiliasi merefleksikan keinginan untuk berinteraksi secara sosial dengan orang. Dalam arti lain, kebutuhan afiliasi adalah kebutuhan untuk mendapatkan hubungan sosial yang baik dalam lingkungan kerja. Seorang dengan kebutuhan afiliasi yang tinggi menempatkan kualitas dari hubungan pribadi sebagai hal yang paling penting. Oleh karena itu, hubungan sosial lebih didahulukan daripada penyelesaian tugas. Seseorang dengan kebutuhan kekuasaan yang tinggi, di lain pihak, memfokuskan diri dengan mempengaruhi orang lain dan memenangkan argumentasi. Menurut, Mcclelland, kekuasaan memiliki dua orientasi. Kekuasaan dapat menjadi negatif apabila seseorang hanya berfokus pada dominasi dan kepatuhan. Kekuasaan dapat menjadi positif dikarenakan seseorang dapat mencerminkan perilaku persuasif dan inspirasional.( Ivancevich, Konopaske&Matteson,  2007)
Tema utama dari teori Mcclelland yaitu bahwa kebutuhan dipelajari melalui penyesuaian dengan lingkungan seseorang, maka perilaku yang sering muncul akan mendapatkan penghargaan. Dengan kata lain, suatu kebutuhan afiliasi atau kekuasaan yang tinggi dapat telusuri melalui penerimaan penghargaan atas perilaku sosial, dominan dan inspirasional. Sebagai akibat proses pembelajaran, individu mengembangkan konsep yang unik dari kebutuhan yang mempengaruhi perilaku dan kinerja.( Ivancevich, Konopaske&Matteson,  2007).
Kebutuhan ini merupakan salah satu teori yang mendapatkan perhatian paling sedikit dari para peneliti. Individu dengan motif hubungan yang tinggi berjuang untuk persahabatan, lebih menyukai situasi-situasi kooperatif daripada situasi yang kompetitif, dan menginginkan hubungan mengikutsertakan pengertian hubungan timbal balik yang tinggi. (Robbins&Judge, 2008)
Mereka yang memiliki kebutuhan affiliasi (need for affiliation/n-Aff) tinggi membutuhkan hubungan kemanusiaan dengan orang lain dan membutuhkan rasa diterima dari orang lain. Mereka cenderung memperkuat norma-norma dalam kelompok kerja mereka. Orang dengan n.Aff tinggi cenderung bekerja pada tempat yang memungkinkan interaksi personal. Mereka bekerja dengan baik pada layanan customer dan situasi interaksi dengan pelanggan.
McClelland mengatakan bahwa kebanyakan orang memiliki kombinasi karakteristik tersebut, akibatnya akan mempengaruhi perilaku karyawan dalam bekerja atau mengelola organisasi.
C.    KRITIK TERHADAP TEORI MC CLELLAND
Kelemahan teori motivasi prestasi yang dikemukakan oleh Atkinson dan David McClelland :
1.      Motivasi hanya didorong oleh kekuatan motif dan kebutuhan dasar yang terlibat, harapan keberhasilannya, dan nilai insentif yang terlekat pada tujuan saja.
2.      Terkadang pendekatan antara atasan dan bawahan tidak berjalan secara efektif.
BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
David C. McClelland adalah seorang ahli teori psikologis Amerika. David McClelland memelopori motivasi kerja berpikir, mengembangkan pencapaian berbasis teori dan model motivasi, dan perbaikan dipromosikan dalam metode penilaian karyawan, mendukung penilaian berbasis kompetensi dan tes, dengan alasan mereka untuk menjadi lebih baik dari IQ tradisional dan kepribadian berbasis tes. Teori McClelland yang paling terkenal adalah tentang penjelasan 3 jenis motivasi yang diidentifikasi dalam karyanya buku ”The Achieving Society” :
1.      Kebutuhan untuk berprestasi tinggi – Orang yang tergolong pada high achiever harus diberikan pekerjaan yang menantang dengan sasaran akhir yang masih dapat dicapai. Bagi mereka uang bukanlah suatu motivator yang penting, yang lebih efektif adalah umpan balik atas apa yang telah mereka lakukan.
2.      Kebutuhan untuk berafiliasi tinggi – Karyawan dengan kebutuhan afiliasi yang tinggi membutuhkan lingkungan kerja yang dipenuhi dengan nuansa kerjasama yang prima.
3.      Kebutuhan akan kekuasaan – Manajemen harus menyediakan peluang untuk mengatur orang lain bagi mereka yag mencari kekuasaan.


DAFTAR PUSTAKA

Walgito, B.  (2010).  Pengantar  Psikologi  Umum.  Yogyakarta:  C.V  Andi Offset.
http://izulblogs.blogspot.com/2010/04/teori-tiga-kebutuhan-david-mcclelland.html

Pekerjaan Sosial

Pengertian Pekerjaan sosial merupakan sebuah profesi yang dilakukan dengan memberikan bantuan pelayanan terhadap individu, kelom...